Triptych04.com – Kamu pasti sudah tidak asing, kan, dengan istilah hustle culture? Atau, jangan-jangan kamu salah satu penganut budaya ini?
Istilah “hustle culture” sendiri sudah banyak dijumpai di dunia kerja. Contohnya, kamu bangun tidur, bekerja di kantor, lalu kamu melanjutkan lagi pekerjaanmu di rumah sampai akhirnya lupa untuk beristirahat cukup.
Kebiasaan ini kamu lakukan sehari-hari, bahkan sudah seperti rutinitas yang juga dilakukan di hari libur. Padahal, kebiasaan “bekerja terlalu keras” tersebut memiliki dampak yang tidak baik, lho, terutama untuk kesehatan fisik dan mental kamu.
Disini kamu akan mendapatkan informasi seputar apa saja dampak dari menjalani hustle culture hingga bagaimana mengatasi stress karena kebiasaan ini. Yuk, simak infonya sampai selesai, ya!
Apa Itu Hustle Culture?
Hustle culture adalah perilaku yang membuat seseorang mendorong dirinya untuk bekerja lebih keras, bahkan bisa melebihi jam normal dan batas kemampuannya. Orang yang melakukan hustle culture biasanya akan kecanduan bekerja dan tidak bisa menikmati waktu luang karena terus-menerus memikirkan pekerjaannya.
Budaya ini memang cukup populer di dunia kerja dan kalangan anak muda, terutama para pekerja kantoran. Hal ini terjadi karena masih banyak perusahaan yang mendorong karyawannya untuk bekerja ekstra demi hasil yang lebih baik dan goal yang dituju.
Hal ini dibuktikan melalui sebuah penelitian oleh Universitas Lampung pada 312 karyawan Indonesia, di mana sebanyak 66,70% responden rupanya menganggap hustle culture adalah hal yang normal dilakukan demi mencapai kesuksesan dengan cepat.
Memang, kebiasaan ini bisa saja membentuk pribadi yang lebih produktif dan ambisius. Sayangnya, terlalu bekerja keras tanpa memperhatikan perawatan diri dan work-life balance justru bisa memicu masalah kesehatan fisik hingga mental.
Ciri-ciri Hustle Culture
Orang-orang yang menganut “hustle culture” disebut dengan hustlers. Walaupun terdengar keren, sebenarnya menjadi hustlers bisa merugikan diri sendiri, lho.
Seperti yang sudah disebutkan, salah satu tanda penganut “budaya gila kerja” ini adalah ketika ia menganggap bahwa produktif artinya bekerja keras tanpa henti. Jadi, ketika tidak bekerja dan sedang istirahat, ia malah merasa bersalah dengan diri sendiri.
Tidak cuma itu, ciri-ciri lain dari hustle culture juga bisa membuat orang melakukan hal-hal ini:
- Terlalu sering memikirkan kerjaan
- Mengorbankan kehidupan pribadi demi menyelesaikan pekerjaan
- Terobsesi dengan kesuksesan dan pekerjaan
- Ketakutan berlebih akan kegagalan
- Tidak mau tertinggal sehingga terus bekerja
- Jarang merasa puas dengan pekerjaannya
- Tidak punya waktu untuk bersantai dan membahagiakan diri sendiri
- Sering lupa makan dan mengabaikan waktu istirahat
- Mengabaikan hubungan dengan orang lain
- Terus merasa lelah karena bekerja berlebihan
Penganut hustle culture sering kali tidak sadar dengan hal tersebut. Nah, kalau kamu punya ciri-ciri hustle culture di atas, sebaiknya kamu mulai waspada, ya, supaya tidak menimbulkan dampak yang tidak baik buat kesehatan kamu.
Pasalnya, jam kerja yang overtime menyebabkan kesehatan mental yang buruk, misalnya meningkatnya kecemasan dan gejala depresi. Selain kesehatan, masih banyak dampak lain yang bisa kamu alami sebagai hustlers.
Dampak Buruk Hustle Culture
Kamu yang menganut budaya hustle culture bisa mengalami beberapa kondisi berikut karena bekerja terlalu keras:
Burn out
Burn out pastinya menjadi salah satu dampak buruk hustle culture yang banyak dialami. Ketika kamu mengalami burn out, kamu akan merasa lelah secara fisik, mental, dan emosional gara-gara pekerjaan. Efek burn out ini bisa membuat kamu kehilangan motivasi dan kehilangan semangat.
Selain itu, kamu mungkin jadi mudah marah, ragu dengan kemampuan diri sendiri, dan merasa tidak bisa melakukan apa-apa. Jika kondisi ini terjadi, kinerja mu juga bisa terpengaruh.
Timbulnya rasa cemas yang berlebihan
Terkadang, kita pasti merasa cemas dan takut membuat orang lain kecewa karena kinerja kita yang kurang memuaskan. Karena pemikiran ini, penganut hustle culture jadi takut melakukan kesalahan di pekerjaannya, sehingga ia terus memforsir dirinya untuk memberikan hasil terbaik dan tampil secara maksimal.
Sayangnya siklus ini malah membawa kamu ke dalam kecemasan berlebih (anxiety) yang bisa berakhir jadi stres. Belum lagi, jika tujuan yang diharapkan malah tidak tercapai.
Tidak memiliki work life balance
Budaya hustle culture sangat mungkin menciptakan ketidakseimbangan yang sehat antara kehidupan profesional dan kehidupan pribadi. Akibat bekerja terus-menerus, kamu lupa bahwa masih ada hal lain yang harus diprioritaskan.
Kamu menomor-dua-kan dirimu sendiri sampai lupa makan, kurang tidur, dan banyak lagi yang kamu tinggalkan karena terlalu fokus dengan pekerjaan.Kalau sering terjadi, kesehatan fisik dan mental tentu jadi tidak terjaga.
Berkurangnya kehidupan dan kemampuan bersosialisasi
Terlalu memprioritaskan pekerjaan juga bisa menjauhkan kamu dari kehidupan sosial, termasuk hubungan dengan keluarga, teman, dan pasangan. Efek bekerja berlebihan ini bisa menyita waktu istirahat, yang membuat kamu kehilangan momen bersama keluarga dan sahabat.
Bahkan, efek bekerja terus-menerus bisa menciptakan ambisi yang berlebihan, sehingga malah melihat teman kerja atau orang terdekat sebagai “saingan”. Tidak jarang penganut hustle culture melakukan segala hal yang tidak sehat demi mencapai tujuan yang diinginkan dan mengabaikan perasaan orang lain.
Menurunnya kreativitas dan produktivitas
Kalau kamu berpikir bekerja terlalu keras bisa membuat kamu lebih produktif, maka pemikiran ini salah. Sebaliknya, menurut Dr. Jeanne Hoffman seorang psikolog dari UW Medicine, “budaya gila kerja” yang dilakukan lebih dari 50 jam per minggu justru bisa melumpuhkan produktivitas dan kreativitas seseorang.
Tidak hanya menurunkan produktivitas, orang yang bekerja sepanjang waktu juga jadi lebih sering sakit karena kurangnya istirahat dan kelelahan. Nah, coba kamu ingat-ingat lagi, berapa banyak jam kerja yang kamu lakukan dalam beberapa minggu belakangan ini?
Kesehatan mental yang terguncang
Kurangnya perawatan diri dan mencari hiburan karena terlalu “gila kerja” mampu meningkatkan risiko terkena depresi, kecemasan, hingga pikiran untuk bunuh diri. Gangguan kesehatan mental ini terjadi karena budaya hustle culture membuat pekerja burn out hingga stress berkepanjangan.
Meningkatnya risiko terkena penyakit
Tubuh manusia bukanlah robot. Tentunya kelelahan dan kurangnya istirahat karena hustle culture bisa membuat kamu jatuh sakit dan malah mengakibatkan kerjaanmu tertunda.
Bekerja lembur setiap hari hingga mengalami kelelahan juga bisa meningkatkan berbagai masalah kesehatan, misalnya tekanan darah tinggi, detak jantung tidak teratur, diabetes, hingga stroke.
Tips Mengatasi Hustle Culture
Membebaskan diri dari kebiasaan yang sudah jadi rutinitas memang bukan hal yang mudah. Tapi, bukan berarti tidak bisa dilakukan, lho. Hal yang pertama yang harus dilakukan untuk mengatasi budaya hustle culture ini adalah merubah mindset dan kemauan. Bagaimana caranya?
Nah, berikut ada beberapa tips yang bisa kamu lakukan bertahap untuk membantu kamu mengatasi kebiasaan gila kerja alias hustle culture:
Jangan lupa untuk istirahat yang cukup
Tidak ada yang melarang kamu untuk bekerja keras, asalkan kamu tetap bisa mengatur time management yang baik dan mengutamakan kesehatan atau kebahagiaan diri sendiri. Gunakan waktu istirahat dan libur sebaik-baiknya untuk me-refresh tubuh dan pikiran.
Dengan istirahat yang cukup, kamu bisa tetap produktif tanpa merasa kelelahan. Kalau memang harus terpaksa bekerja di waktu istirahat, jangan lupa juga untuk memutar playlist favorit kamu dan ambil break sebentar untuk jalan-jalan dan meregangkan badan. Tapi, yang paling penting jangan forsir badan kamu, ya!
Buat batasan dan tetapkan prioritas
Selain istirahat, penting untuk memberikan batasan dan mengatur waktu kamu. Misalnya, semua hal yang berkaitan dengan pekerjaan hanya boleh kamu lakukan dari jam 08.00 sampai 18.00.
Sisa waktu yang ada bisa kamu gunakan untuk beristirahat atau melakukan aktivitas lain yang bisa membantu pikiran tetap fresh. Hal ini dilakukan supaya kamu tidak jenuh bekerja terus-menerus.
Lakukan me-time dan aktivitas menenangkan
Tidak ada salahnya memberi ruang untuk fokus ke diri kamu sendiri, lho, apalagi, setelah seharian bekerja. Caranya, kamu bisa memberikan apresiasi atau reward karena sudah bekerja keras di hari itu. Misalnya, makan makanan favorit, nonton film, baca buku, atau sekedar skincare-an untuk menenangkan pikiran.
Cari dukungan dari orang terdekat
Kalau kamu sudah merasa kewalahan dan kelelahan karena pekerjaan, jangan ragu untuk mencari teman curhat, ya. Kamu bisa bercerita dengan rekan kerja, sahabat, pacar, saudara, dan orang yang kamu percaya. Tidak ada salahnya juga lho, mencari bantuan dari ahlinya, misalnya psikolog.
Temukan hobi di luar pekerjaan
Gunakan waktu senggang kamu dengan menekuni hobi dan aktivitas yang kamu suka agar hidup lebih seimbang. Hal ini biasanya disebut work life balance. Setidaknya, usahakan kamu memiliki free time yang bisa membantu kamu untuk mengasah skill dan self improvement.
Kurangi sosial media dan hindari membandingkan diri sendiri
Tidak cuma tuntutan dari perusahaan dan pekerjaan, budaya hustle culture mungkin juga dipicu dari lingkungan sekitar kamu. Salah satu sumber tekanan besar yang terjadi di era serba digital ini adalah sosial media.
Akibat penggunaan sosial media, semua orang jadi ingin tampil sukses dan dipuja. Tidak jarang banyak dari mereka yang memamerkan kebiasaan bekerja di malam hari atau di hari libur. Jika hal ini cukup menjadi trigger buat kamu, cobalah untuk beristirahat sejenak dari sosial media.Itulah beberapa ciri-ciri dan dampak dari hustle culture.
Hustle culture mungkin terlihat seperti jalan cepat menuju kesuksesan, tetapi jangan sampai mengorbankan kesehatan fisik dan mentalmu. Ingatlah, menjaga keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi sama pentingnya dengan bekerja keras. Jadikan waktu untuk istirahat dan melakukan hal-hal yang kamu nikmati sebagai prioritas. Jangan ragu untuk memberikan penghargaan pada diri sendiri atas usaha yang sudah kamu lakukan. Tetap produktif, tapi tetap sehat!